Medan — Dalam upaya memperkuat pengendalian penyakit rabies terutama di wilayah Sumatera Utara, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Penyakit Rabies Provinsi Sumatera Utara Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Balai Veteriner Medan pada 3 Juli 2025.
Kegiatan ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor, termasuk Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sumut, Dinas Kesehatan, Bappeda Litbang, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Sumut, serta perwakilan dari kabupaten/kota. Pertemuan ini menjadi momentum strategis dalam mendorong komitmen bersama menuju Sumatera Utara Bebas Rabies Tahun 2030.
Direktur Kesehatan Hewan, Imron Suandy, yang hadir sebagai narasumber secara daring, menegaskan bahwa vaksinasi Hewan Penular Rabies (HPR) merupakan kunci utama dalam pengendalian rabies.
“Vaksinasi merupakan pilar utama dalam pengendalian rabies. Setiap pemilik hewan juga memiliki tanggung jawab hukum dalam melindungi hewan dari penyakit menular strategis,” jelasnya.
Kepala Balai Veteriner Medan, Arif Hukmi, menyampaikan bahwa peningkatan kasus rabies di Sumatera Utara dalam beberapa waktu terakhir menjadi perhatian serius. Berdasarkan data dari ISIKHNAS dan laporan Dinas Kesehatan, hingga pertengahan tahun ini tercatat 10 kematian manusia akibat rabies. “Sebagian besar kasus positif berasal dari Kabupaten Humbang Hasundutan. Ini menjadi alarm bagi kita semua untuk memperkuat sinergi dan langkah-langkah preventif secara masif,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Lily Baronah Rivai, yang hadir secara daring, menyoroti pentingnya edukasi masyarakat dan respons cepat terhadap kasus gigitan. “Rabies meskipun mematikan, namun dapat dicegah secara efektif. Sekitar 98% penularan rabies di Indonesia berasal dari anjing, dan sisanya dari kucing serta kera,” ungkapnya.
Pertemuan ini turut mendorong pembentukan Tim Koordinasi Daerah (TIKORDA) Zoonosis sebagai bentuk penguatan respons daerah dalam menangani zoonosis, termasuk rabies. Edukasi masyarakat juga menjadi bagian penting dalam diskusi, yaitu untuk meninggalkan kebiasaan berisiko seperti melepasliarkan hewan penular rabies, menggunakan hewan untuk berburu, hingga praktik pengobatan yang tidak sesuai standar medis.
Dengan semangat kolaborasi lintas sektor, perlunya percepatan langkah strategis serta sinergi lintas instansi dalam penanggulangan rabies. Forum ini diharapkan menjadi awal dari langkah bersama yang konkret menuju eliminasi rabies di Sumatera Utara pada 2030.